7 Januari 2010

Sumber kebusukan

Beban ini makin lama makin terasa berat saja! Ingin sekali ku tusukkan belati kesucian di kebusukkan yang mendarah daging, yang sudah bersatu dengan nadiku ini.bukan orang lain yang menyuntikkan kebusukkan-kebusukkan ini. Karena sebenarnya “aku”lah sumber “kebusukkan” itu. Jadi sangat tak pantas bila aku marah, menghujat apalagi membenci orang lain.
Hhmmmh . . dingin di luar sudah tak dapat lagi kurasakan. Hari ini hujan. Petir itu tak henti-hentinya menggelegar. Memekakkan telinga. Tapi aku, hahahha . .!!! makin tenggelam di lautan penyesalan. Penyesalan selalu datang belakangan? Memang. Tapi tak ada yang bisa kulakukan selain kesalahan. Kesalahan ini rupanya menumbuk dan membekas disini. Membuat kebusukkan makin merajalelaa .. membusuk! Membangkai dimana-mana! Tapi bangsatnya, tak ada yang bisa kulakukan selain kesalahan. Lalu apa artinya penyesalan? Huuuhhh . .

Diluar, suara wanita yang paling tersiksa karena aku dilahirkan, sedang memanggil namaku. Sontak kuhentikan music yang menjedar-jedar di ruangan 3x4 ini. Hhmmmhh . . bukan saatnya ku tuk kesal. Bibirku mengulas senyum getir. Memang, tak seharusnya ku kesal, apalagi dengan wanita paling mulia di hidupku? Kusangat menyayanginya. Akhirnya kusudahi kegiatanku yang satu ini. Lagipula tak ada lagi gunanya ku menyesal terus-menerus. Lebih baik ku meluangkan waktu dan tenagaku untuk membuata mereka tersenyum. Meski aku mengerang karnanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar